1.
Pengertian etika
Kita sebagai manusia
diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi satu sama lain karena pada dasarnya
manusia merupakan makhluk sosial. Hubungan sosial ini tentunya diperlukan suatu
batasan diri untuk menjaga segala sikap dan perbuatan agar menjadi manusia yang
bertanggung jawab terhadap lingkungannya. Salah satu hal yang dapat mengontrol
tingkah laku manusa adalah dengan etika. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika
berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai
kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika merupakan
salah satu cabang ilmu filsafat oksiologi membahas bidang etika yaitu tentang
nilai keutamaan dan bidang estetika, nilai-nilai keindahan serta pemilihan
nilai-nilai kebaikan.
Dapat kita simpulkan dari pernyataan yang
dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara bergaul atau berperilaku yang
baik. Nilai-nilai etika tersebut dalam suatu organisasi dituangkan dalam aturan
atau ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Aturan ini mengatur
bagaimana seseorang harus bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi dengan
orang lain di dalam suatu organisasi dan dengan masyarakat di lingkungan organisasi
tersebut. Cukup banyak aturan dan ketentuan dalam organisasi yang mengatur
struktur hubungan individu atau kelompok dalam organisasi serta dengan
masyarakat di lingkungannya sehingga menjadi kode etik atau pola perilaku
anggota organisasi bersangkutan.
2.
Prinsip-prinsip etika
Etika memiliki prinsip – prinsip yang
mendasari etika sebagai ilmu yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Prinsip –
prinsip etika tersebut adalah:
a.
Prinsip
Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang
mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini,
manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang
indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
b. Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak
antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai
bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas
dasar apapun.
c. Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
d. Prinsip
Keadilan
Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap
dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh.
Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan
proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
e. Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan
individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri.
Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak
merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan
harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan
yang semena-mena kepada orang lain.
Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
1.
kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
2. kemampuan yang
memungkinkan manusia untuk melaksana-kan
pilihannya tersebut
pilihannya tersebut
3. kemampuan untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
f. Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya
digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang
logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran
itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat
diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
3.
Basis
teori Etika
a. Etika
Teleologi
dari kata
Yunani, telos = tujuan,Mengukur
baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan
tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
-
Egoisme Etis
- Utilitarianisme
Ø
Egoisme
Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan
dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan
dirinya sendiri.
Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang
adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika
ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan
kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg
bersifat vulgar.
Ø
Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut
bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
b. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari
kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik
dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena
perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua
dilarang’.
Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan
adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah
diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika
yang terpenting.
c. Teori Hak
Dalam pemikiran moral
dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak
dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak
dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
.
d. Teori Keutamaan (Virtue)
adalah
memandang sikap
atau akhlak seseorang.Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil,
atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.
Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang
telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a. Kebijaksanaan
b. Keadilan
c. Suka bekerja keras
d. Hidup yang baik
4.
Egoisme
Egoisme merupakan
motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu
tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah
"egois". Lawan dari egoisme adalah altruisme. Hal ini berkaitan erat
dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan
mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong
dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya
sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang
menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam
jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme
sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalitas dan kebodohan
orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan
untuk menipu. Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan
nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai
lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme
empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri
sendirinya masih dianggap sempurna.
Source:
0 komentar:
Posting Komentar